Berbuat Sepakat Tanpa Memandang Suku, Ras Dan Agama



Berbuat baik kepada orang lain tanpa memandang suku, ras dan agama yaitu salah satu bukti bahwa kita warga Nahdliyin memiliki perilaku beragama yang Rahmatan lil ‘Alamin. Sikap dimana kita dalam bersosialisasi dengan masyarakat secara umum atau ukhuwah basyariyah, tidak pernah menyinggung suku, ras dan agama. Karena hal itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika memimpin masyarakat Madinah yang berbeda-beda suku, ras dan agamanya. Beliau tidak pernah memandang rendah satu dengan yang lainnya. Semua dipandang sama dalam hal kekerabatan ukhuwah basyariyah.
Berbeda halnya dengan duduk perkara ukhuwah islamiyah, warga Nahdliyin seharusnya dapat membedakan antara ukhuwah basyariyah dan ukhuwah islamiyah. Dimana keduanya punya fungsi dan tugas yang hampir sama, namun sangat berbeda dalam realisasinya (prakteknya). Saat seseorang dapat menjalankan keduanya dengan baik, maka akan terjalin kekerabatan sosial yang indah sebagaimana yang pernah diterapkan oleh ulama-ulama NU, salah satunya yaitu Gus Dur.
Saya teringat dongeng Nabi Ibrahim as. wacana berbuat baik kepada semua orang sebaiknya tidak membedakan suku, ras dan agama. Ceritanya begini:
Nabi Ibrahim sudah sangat dikenal yaitu Nabi yang kaya raya dan sangat dermawan. Bahkan setiap dia akan makan, niscaya dia memanggil orang-orang untuk makan bersama dengannya. Apabila ada seseorang yang lewat/berpapasan di depannya atau di depan rumahnya, dia tidak sungkan-sungkan untuk menyuruhnya masuk ke rumah dan dihidangkan aneka macam macam kuliner oleh beliau.
Suatu ketika ada seorang Majusi (penyembah api) bertamu ke rumah beliau, namun dia agak kurang sreg dengan kedatangan tamu tersebut. Karena dia tahu jikalau orang tersebut yaitu penyembah api. Terjadilah obrolan antara dia dan orang Majusi tersebut:
Nabi Ibrahim : Ya Fulan, saya sangat berterima kasih engkau mau bertamu ke rumahku, namun saya akan lebih berterima kasih lagi dan saya akan menjamu engkau dengan aneka macam macam makanan, jikalau engkau berkenan meninggalkan perbuatan menyembah api.
Orang Majusi : Ya Ibrahim, andaikan saya mau meninggalkan menyembah api dengan engkau memberi kuliner kepadaku, maka saya lebih baik keluar dari rumahmu dan tidak jadi bertamu kepadamu.
Setelah itu, pulanglah Majusi tersebut dan tidak jadi bertamu ke rumah Nabi Ibrahim, sehabis beberapa langkah Majusi itu meninggalkan rumah Nabi Ibrahim. Seketika itu, Allah swt. menegur Nabi Ibrahim dengan firman-Nya:
Allah swt. : Ya Ibrahim, apakah engkau tidak aib kepada-Ku, ketika engkau menolak berbuat baik (memberi makanan) kepada seorang Majusi yang durhaka kepada-Ku. Padahal Aku tidak pernah menolak dan tidak sungkan memberi makan kepada seluruh makhluk-Ku, walaupun mereka durhaka dan ingkar kepada-Ku. Sedang engkau yang hanya diminta memberi makan satu makhluk-Ku saja tidak mau.
Setelah mendengar teguran pribadi dari Allah swt. itu, Nabi Ibrahim pun bergegas keluar rumah dan menyusul orang Majusi tersebut untuk diberi kuliner dan menyuruh bertamu kepada dia tanpa dia minta untuk berpindah keyakinan.
Kisah tersebut menjadi pelajaran (ibrah) bagi kita warga Nahdliyin khususnya dan orang Islam pada umumnya. Bahwa dalam berbuat baik hendaklah kita tidak memandang asal suku, ras dan agama orang lain. Yang terpenting adalah, bagaimana kita dapat menata hati dan niat kita dalam berbuat baik kepada semua orang tanpa memperdulikan hal-hal tersebut dan yang lebih penting lagi kita tidak mengharap timbal balik dari orang yang kita bantu, alasannya yaitu duduk perkara akhir yaitu urusan Allah swt.
Wallahu A’lamu bi Muradihi…

al-Faqier Ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
01-11-13, Kaliwungu Kota Santri

Comments

Popular posts from this blog

Kh. Ahmad Badawi (Mbah Badawi Kaliwungu)

Kesederhanaan Habib Toha Al-Munawwar Semarang

Pondok Pesantren Ta’Limul Qur’An Al-Asror (Pptq Al- Asror)