Kesederhanaan Habib Toha Al-Munawwar Semarang
''Bila kalian sanggup menguatkan niat kerja sebagai ibadah, maka setiap pahala aksara Al-Qur’an yang dibaca, kalian semua juga akan sanggup mendapatkan pahala itu.'' Begitu wejangan Habib Hasan bin Toha Al-Munawwar atau lebih dikenal dengan nama H. Hasan Toha Putra, Dirut PT Karya Toha Putra, perusahaan pencetak Al-Qur’an, kepada para karyawannya pada suatu tausiyah seusai salat Dhuhur di Masjid pabrik itu. H. Hasan menguatkan pernyataan KH. A. Hadlor Ihsan, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Islah Mangkang Kulon sekaligus Rois Syuriyah PCNU Kota Semarang, yang ketika itu menjadi nara sumber acara tanya-jawab.
Salah seorang karyawan melempar pertanyaan: ''Bisakah kami yang berstatus karyawan biasa juga memperoleh pahala pemilik perusahaan yang seringkali beramal dari hasil laba perjuangan ini?'' Dengan senyum mengulas bibir, Kiai Hadlor menjawab simpel. ''Kalau kau yakin sanggup mendapatkannya, kenapa tidak?'' jawabnya.
Dialog tersebut berusaha menekankan betapa agung pahala bekerja dalam perusahaan pencetak Al-Qur’an jikalau disertai niat ikhlas. Selain ''kecipratan'' pahala pembaca Al-Qur’an, sedekah yang dibarengi doa dari hasil perjuangan tersebut sanggup mengalirkan pahala bagi mereka.
Habib Toha, Sosok Pengusaha Yang Sederhana
Wejangan H. Hasan bahu-membahu ingin menegaskan kembali prinsip yang diajarkan pendiri perusahaan, Habib Toha bin Syech al-Munawwar atau lebih dikenal dengan nama Haji Toha, yang tak lain ialah ayahandanya sendiri. Haji Toha, pengusaha kelahiran Semarang tahun 1927, pernah mengutarakan kepada putra-putrinya ihwal pentingnya bersedekah.
Apalagi produk yang mereka bisniskan ialah Al-Qur’an, kitab suci umat Islam. Kesadaran bahwa Al-Qur’an sebagai milik Allah mendorong pemahaman hartanya pun juga bab dari amanah Allah.
Menurut H. Hasan, putra keempat Haji Toha, ayahnya dikenal sebagai eksklusif yang kelewat sederhana. Meski sudah terbilang sukses, tidak pernah menampakkan diri dengan penampilan yang menonjol. Ia pun sangat ingin memalsukan kesederhanaan Haji Toha, walau diakuinya cukup sulit. Tradisi keluarga yang dipertahankan hingga kini ialah memperingati Hari Assyura dengan menunjukkan pertolongan kepada ratusan anak yatim piatu.
Untuk menggapai kesuksesan jaringan perjuangan Toha Putra menyerupai ketika ini, Haji Toha memulainya dengan perjuangan sebuah toko buku agama di Jl. Kauman, Semarang (sekitar Pasar Johar). Dibandingkan masa dulu, persaingan perjuangan toko buku belum sekeras masa kini. Toko buku Toha Putra terbilang menjadi daerah jujugan orang untuk mencari banyak sekali buku agama dan kitab.
Di samping itu, ia juga membuatkan perjuangan percetakan di Jl Kauman Krendo yang sekaligus sebagai daerah tinggalnya. Jumlah karyawannya sebanyak 10 orang. Pada tahun 1962, usahanya berbentuk CV.
Lambat laun, perjuangan percetakan lebih berkembang pesat. Ia mencetak dan mendistribusikan buku Yasin Tahlil karya KH. Ahmad Abdul Hamid dari Kendal dengan oplah 5.000 eksemplar per bulan.
Usaha mulai terlihat maju ketika percetakan kami mendapatkan order cetak surat nikah, talak, dan rujuk (NTR) dari Kanwil Depag. Jateng. Dan di kemudian hari mulai mengerjakan cetak Al-Qur’an dengan ukuran 18 cm X 27 cm.
''Kapasitas produksi ketika itu masih kecil sekali, sesuai kebutuhan pasar. Kami juga sempat berpindah-pindah lokasi pabrik percetakan untuk mengakomodasi kebutuhan perjuangan yang meningkat,'' kisahnya.
Setelah dari Kauman Krendo, sempat pindah dan membuka daerah perjuangan gres ke Jl. Layur sekitar 1976, kemudian ke Jrakah tahun 1978 dengan lahan seluas 1,25 hektare, dan Mangkang tahun 1983 seluas 1,1 hektare.
Namun yang mengagetkan, sekitar tahun 1986 di tengah kesuksesannya itu, Haji Toha menyerahkan pengelolaan usahanya kepada 8 putra-putrinya. Alasannya, ia ingin memberi kesempatan kepada mereka untuk tampil dalam memajukan perusahaan. Selanjutnya Haji Toha hanya sekadar mengawasi saja.
Kini, jaringan perjuangan Toha Putra berupa toko buku telah menggurita di 22 kota. Sementara, perjuangan percetakan Al-Qur’an mempunyai kapasitas produksi hingga 100.000 eksemplar yang terdistribusikan di seluruh Indonesia. Investasi mesin perusahaan itu termasuk besar dibanding perusahaan serupa lainnya.
''Kami juga sering mendapatkan pesanan cetak Al-Qur’an dari pemerintah Arab Saudi untuk dihibahkan di Indonesia,'' katanya.
Sampai ketika ini, PT. Karya Toha Putra semakin berkembang dari tahun ke tahun, bahkan ketika ini sudah mempunyai cabang/toko di 15 propinsi di Indonesia. Sebuah pencapaian yang sangat fantastis. Namun, di balik kesuksesan itu semua, ada pelajaran berharga yang sanggup diambil dari sosok pendiri perusahaan dan putra-putranya. Dari mulai kesederhanaan hidup yang mereka jalani hingga kebiasaan untuk selalu beramal dalam kondisi apa pun.
Habib Toha bin Syeh Al-Munawwar atau lebih dikenal dengan nama Haji Toha, wafat pada tahun 2000. Teladan yang ia ajarkan pada putra-putrinya dan seluruh karyawannya telah menyebabkan ia menjadi sosok yang perlu diteladani. Dari mulai kesederhanaan, keramahan, ketawadhu’an dan kedisiplinan ia dalam mendidik putra-putrinya dan seluruh karyawannya.
Sampai ketika ini, putra-putra ia banyak yang menjadi tokoh panutan umat, menyerupai Habib Hasan bin Toha Al-Munawwar atau biasa dikenal H. Hasan Toha (Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Ketua Umum Yayasan Sultan Agung Semarang, Ketua Yayasan Masjid Agung Jawa Tengah, Pendiri dan Ketua Yayasan Hidayatullah Semarang dan lain-lain).
Di samping itu, ia juga mewariskan sebuah Majelis Ta’lim yang ada di Jl. Kauman Krendo. Majelis tersebut kini lebih dikenal dengan nama Majelis Ta’lim Habib Toha.
Disusun Oleh Saifurroyya Dari Berbagai Sumber
Comments
Post a Comment