Mengenang 4 Tahun Wafatnya Gus Dur (Mengikis Perbedaan Demi Kemaslahatan)


Gus Dur, ialah sosok pemimpin umat dan guru bangsa yang zuhud (sederhana), tegas sekaligus kontroversial. Beliau ialah figur pemimpin yang pantas untuk diteladani, dicontoh dan diteruskan ide-ide cemerlangnya. Dengan model kepemimpinan ia yang humanis, moderat dan berani membuka sekat-sekat dalam masyarakat. Beliau banyak dikagumi dan dikangeni oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama kaum minoritas yang tertindas.
Dari beberapa abjad ia yang menonjol, ada yang menciptakan saya tergerak untuk sedikit menyebarkan dongeng perihal gaya hidup dan sepak terjang beliau.
Pertama, kesederhanaan (kezuhudan) Gus Dur; selama bertahun-tahun kedekatan Gus Mus dengan beliau, Gus Mus mengakui bahwa Gus Dur tidak pernah punya dompet untuk menyimpan uang, bahkan kartu-kartu semacam ATM pun, ia tidak punya. Beliau hidup sangat apa adanya, tidak pernah menggantungkan sesuatu pada hal-hal yang bersifat keduniawian. Bahkan pada suatu hari, dikala ia berada di suatu kawasan kepengin makan bakso, lantaran tidak membawa uang ia hingga pinjam ke anaknya, yaitu Ning Alysa Wahid. Namun, dengan kesederhanaan itulah ia sanggup menikmati hidupnya dan memimpin umatnya dengan sangat baik tanpa adanya sekat dengan umat serta tidak terpengaruh oleh hal-hal yang berbau duniawi.
Saya teringat dongeng Gus Dur dengan Gus Mus, ketika Gus Mus silaturahim ke kediaman beliau, Gus Mus secara tidak sengaja melihat ia membawa uang yang dimasukkan dalam kantong plastik hitam (red. kresek). Dengan nada bercanda Gus Mus meledek (red. nggasak) beliau, yang didalam kantong plastik apaan Gus? Dengan sedikit senyum, ia menjawab, ah mau tahu aja kamu. Itulah di antara jiwa kesederhanaan (kezuhudan) beliau.
Ada juga dongeng salah seorang sahabat karib ia yang merupakan salah satu pendeta agung Kristen di kota Semarang. Sewaktu ia masih menjabat presiden RI, sudah menjadi kebiasaan ia dikala akan mengadakan kunjungan ke luar negeri disowani (ditamuni) oleh beberapa teman-temannya. Diantara yang sowan tersebut ada seorang pendeta dengan keheranan melihat barang-barang yang akan dibawa presiden hanya dimasukkan dalam kardus-kardus bekas. Setelah melihat hal itu, pendeta tersebut hanya mengungkap keheranan dalam hati, ini benar-benar presiden yang sangat sederhana.    
Kedua, ketegasan (keberanian) Gus Dur;  beliau ialah pemimpin yang tegas dan tanpa pandang bulu dalam mengambil kebijakan dan mengeluarkan statemen yang berdasarkan ia benar. Pada masa ia menjabat presiden ada beberapa menteri yang pernah dipecat beliau. Beliau sadar, bahwa pemecatan itu akan menimbulkan dampak negatif bagi masa depan jabatan dan kepemimpinannya. Karena menteri-menteri yang dipecatnya ialah dari parpol yang punya power besar di legislatif (DPR). Namun, bagi ia apalah arti sebuah jabatan, alasannya berdasarkan ia “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian”. Di luar dugaan, di lalu hari di antara menteri-menteri yang didepak ia itu tersandung beberapa perkara korupsi.

Kisah ketegasan ia yang lain ialah dikala ia mengeluarkan pernyataan bahwa anggota dewan perwakilan rakyat ibarat kanak-kanak. Walaupun dikecam oleh sebagian besar anggota dewan, namun ia tidak mau mencabut pernyataan tersebut. Hal ini berdasarkan beliau, lantaran banyak anggota dewan yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri terutama parpol yang mengusungnya. Padahal berdasarkan beliau, anggota dewan perwakilan rakyat bukanlah wakil partai tapi wakil rakyat Indonesia, jadi, sudah seharusnya anggota dewan memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia secara keseluruhan. Di luar pernyataan ia pada waktu itu, terkuaklah beberapa tahun lalu ketika beberapa anggota dewan yang terhormat saling baku hantam (berkelahi) di dalam gedung yang terhormat ibarat kebiasaan bawah umur kecil yang kadang terlihat di Taman Kanak-kanak. Itulah sebagian dari ketegasan ia dalam memimpin bangsa dan umat.
Ketiga, kontroversialnya Gus Dur; banyak orang yang menyebut bahwa ia ialah seorang pemimpin yang “nyeleneh” atau penuh misteri. Sangking misterinya, sebagian orang tidak percaya akan apa yang terkadang meluncur dari pernyataan dan obrolan-obrolan beliau. Namun, di lalu hari pernyataan dan omongan tersebut terkuak kebenarannya oleh bukti-bukti yang nyata. Bahkan tidak hanya pernyataan dan omongan ia saja yang misteri dan kontroversial, sikap dan jejak langkah ia pun terkadang sangat berbeda jauh dengan kebiasaan seorang pemimpin atau orang lain pada umumnya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa ia ialah sosok yang nyentrik dan tiada duanya, lantaran keberanian ia dalam memberikan kebenaran dengan sesuatu yang tidak lazim atau dengan jalan yang tidak biasa. Dalam dunia pesantren, hal ini biasa disebut dengan langkah “khawariqul ‘adat” atau diluar kebiasaan orang pada umumnya. Dan ini hanya sanggup dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang memang dikehendaki-Nya. Tidak sembarang orang sanggup meraih kelebihan tersebut, alasannya biasanya hanya dimiliki oleh hamba-Nya yang sholih, ‘alim, zuhud dan wira’i.
Ada beberapa dongeng ia yang terbilang “nyeleneh” atau kontroversial. Diantaranya, ia sangat terbiasa bergaul dan seperti tidak ada sekat dengan orang-orang non-Islam, padahal berdasarkan kebanyakan orang Islam, hal itu sanggup membahayakan aqidahnya dan orang-orang yang mengikutinya. Namun, bagi beliau, dengan cara kita bergaul dengan orang-orang non-Islam itulah, kita sanggup menunjukkan pada mereka bahwa Islam ialah agama yang Rahmatan lil ‘Alamin, Islam mengasihi dan menghormati semua makhluk-Nya, bahkan kepada hewan pun Islam disuruh menyayanginya, apalagi kepada sesama manusia. Menurut beliau, Islam tidak hanya mengajarkan Ukhuwah Islamiyah (hubungan antar sesama orang Islam) saja, tapi juga mengajarkan Ukhuwah Basyariyah (hubungan antar sesama manusia).

Dari sebagian kecil kisah-kisah Gus Dur itulah, kita hanya sanggup mengenang, merenungkan dan berusaha melanjutkan ide, gagasan dan jejak langkah ia yang kita sanggup melakukannya saja. Karena apabila kita mau menjiplak seluruh cara-cara dakwah beliau, rasanya sangat tidak mungkin untuk merealisasikannya. Yang terpenting, lestarikan dan lanjutkan ide-ide ia dalam mengobarkan dakwah Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin. Islam bukan agama perang, bukan agama radikal, bukan agama pemaksaan, bukan agama saling menghujat, bukan agama saling mengkafirkan, dan bukan agama saling serang. Islam ialah agama yang cinta damai, agama yang saling hormat-menghormati, agama yang saling menghargai perbedaan, agama yang toleran, dan agama yang sayang pada makhluk-makhluk-Nya.

al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
6-12-13, Kaliwungu Kota Santri  
       

Comments

Popular posts from this blog

Kesederhanaan Habib Toha Al-Munawwar Semarang

Kh. Ahmad Badawi (Mbah Badawi Kaliwungu)

Kisah Haru Putri Herlina, Gadis Tanpa Tangan Yang Dipersunting Anak Pejabat Bi