Terima Kasih Para Satria Kami
Ironis, itulah kata yang aku gambarkan pada zaman kini ini. Semuanya niscaya tahu, ingat ataupun lupa-lupa ingat. Bahwa kemarin, kita sebagai rakyat Indonesia harusnya mengenang perjuangan, pengorbanan dan kegigihan para pendekar dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan para penjajah dari mulai Portugis, Belanda, Jepang hingga Inggris dan sekutunya. Berkat usaha merekalah, hingga kini ini kita masih menghirup udara kemerdekaan. Namun, disadari atau tidak, seiring bergulirnya zaman dan kebudayaan, lambat laun kita hingga hati melupakan usaha dan pengorbanan mereka. Betapa tidak, jika kita sadar, bahwa kini ini sebagian (besar) rakyat Indonesia dari rakyat jelata hingga petinggi-petinggi bangsa di Jakarta, sudah melupakan dan enggan mengingat usaha para pahlawan.
Perubahan contoh pikir dan masuknya peradaban luar negeri yang negatif itulah yang berdasarkan saya, imbas dari hilangnya ingatan ihwal perihnya usaha para pahlawan. Padahal kegigihan, kepayahan dan pengorbanan para pendekar sangatlah nrimo demi membebaskan bangsa ini dari cengkraman penjajah. Namun, kini ini banyak yang tidak ingat akan pentingnya mengingat usaha para pahlawan. Rakyat Indonesia kini ini tergambarkan seolah “habis anggun sepah dibuang”.
Saya sebagai bab dari rakyat Indonesia tidak akan menuding siapa yang salah, apakah rakyat sendiri, apa para pemegang kekuasaan yang korupsi atau pejabat-pejabat yang tidak punya hati nurani. Karena hal ini ialah kewajiban kita semua sebagai rakyat Indonesia, untuk mengingat dan merenung usaha para pendekar kita dalam merebut kemerdekaan yang hingga dikala ini kita semua merasakannya.
Pahlawan bukanlah dilahirkan, tetapi lahir dari kemauan, keikhlasan dan termotivasi untuk membantu dan menolong orang lain tanpa mengharapkan sesuatu. Itulah citra para pendekar kemerdekaan, mereka berjuang dan berkorban dengan nyawa dan harta untuk memerdekakan bangsa ini dari cengkraman penjajah. Mereka tidak mengharap jabatan, kekuasaan ataupun harta rampasan. Yang mereka harapkan ialah kemerdekaan dan kebebasan bangsa ini, semoga menjadi bangsa yang merdeka dan bebas dari siksa penjajah.
Namun, situasi usaha kini ini sangat berbanding terbalik dengan usaha zaman dulu. Perjuangan kini ini terkesan lebih pada pengumpulan massa dan pemilih untuk merebut kekuasaan dan melanggengkan produk ORBA yang sarat akan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Sangat ironis, itulah citra politik kini ini. Belum lagi pada ranah sosial, ketika sebagian besar rakyat Indonesia kini ini, lebih menyayangi dan mengenal pendekar dari luar negeri daripada pendekar dari dalam negeri sendiri. Ini tidak mustahil, alasannya imbas dari pasar bebas ialah bebas masuknya produk dan peradaban luar negeri yang terkadang tidak sesuai dengan moral bangsa ini.
Sebagai ikhtiar bersama, marilah kita semua tersadar kembali, akan pentingnya mengingat dan merenungi usaha dan pengorbanan para pendekar kemerdekaan, yang dengan gigihnya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Inilah momentum kita bersama, untuk mengungkapkan rasa terima kasih kita kepada para pendekar kemerdekaan dan rasa syukur kita kepada Allah yang telah memperlihatkan kemerdekaan dan kebebasan dari tangan penjajah.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang “habis anggun sepah dibuang”. Bangunlah negeri kita, bangkitkan semangat kita untuk memakmurkan dan menentramkan negeri yang telah dibebaskan para pendekar kemerdekaan kita dari tangan penjajah.
TERIMA KASIH PAHLAWAN KEMERDEKAAN KAMI…
KAMI SEMUA AKAN MENGINGAT PERJUANGANMU SELALU…
al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
11-11-13, Kaliwungu Kota Santri
Comments
Post a Comment