Terima Kasih Kami Kepada Guru Dan Kyai
Saat aku menghadiri prosesi ijab kabul di desa Grobog Wetan, sebuah desa yang terletak di kecamatan Pangkah, Tegal. Secara tidak sengaja, aku melihat sesosok yang tampaknya tidak absurd dalam ingatan memori saya, jikalau tidak salah ia yaitu salah satu guru Bahasa Arab aku ketika aku masih di dingklik Madrasah Tsanawiyah Babakan. Sayang sekali, aku tidak sempat menyapa dan ngobrol dengan beliau, lantaran pada waktu aku melihat beliau, program sedang berlangsung sehingga aku mengurungkan niat aku untuk mendekat dan ngobrol. Namun, malang sekali saya, lantaran ketika program istirahat dan ramah tamah tiba, ia sudah tidak ada di tempat. Saya berharap, mudah-mudahan niatan aku untuk hormat dan salaman dengan ia yang tidak kesampaian, tercatat sebagai amal aku dalam menghormati, mengingat dan rasa syukur (terima kasih) aku kepada beliau, yang pernah mendidik dan membimbing aku di Madrasah Tsanawiyah.
Saya jadi teringat ketika aku menghadiri pertemuan di Gedung Korpri Kab. Tegal, yaitu pertemuan seluruh hafidz/hafidzah dan imam/khatib masjid dengan Sekda. Saat itu, aku bertemu dengan salah satu guru Madrasah Tsanawiyah saya. Alhamdulillah, aku sempat ngobrol dengan ia tetapi hanya sebentar dikarenakan waktu dan daerah yang kurang mendukung dan nyaman, mungkin disebabkan banyaknya penerima pertemuan. Namun, tidak duduk perkara bagi saya, yang terpenting yaitu sebagai murid, aku masih ingat dengan didikan dan bimbingan beliau.
Itulah potongan dari kisah masa kemudian yang terekam dalam ingatan memori saya. Ada yang menarik dari kisah tersebut, yaitu penghormatan seorang murid/santri kepada guru/kyainya harusnya tidak terbatas oleh daerah dan waktu. Karena, umumnya sebagian besar dari kita terkadang lupa atau melupakan atas apa yang pernah guru/kyai berikan berupa didikan dan bimbingan pada ruhani kita.
Saya pernah mendengar sebuah maqolah ulama yang menyatakan, orangtua kandung yaitu orangtua dhahir (jasad), sedang guru/kyai yaitu orangtua batin (ruh), maka muliakanlah mereka sebagaimana engkau memuliakan kedua orangtua kandungmu. Apabila engkau tidak memuliakan guru/kyaimu, berarti sama saja engkau tidak memuliakan orangtua kandungmu.
Pada masa sekarang, orang yang sudah menjadi tokoh, punya status sosial tinggi atau pemimpin di masyarakatnya, terkadang lupa akan jasa dari guru/kyai yang pernah mendidik dan membimbingnya. Ironis sekali, lantaran sesungguhnya keberhasilan seseorang mencapai sesuatu yang besar bergotong-royong bermula dari tahapan atau proses yang kecil terlebih dahulu. Sebagaima dawuh al-maghfurilah KH. Mahrus Ali Lirboyo, "Jika kita ingin mendapat hal-hal yang besar, maka kita harus melewati hal-hal yang kecil terlebih dahulu”.
Contoh sederhana, kita dapat membaca Al-Qur’an yaitu diawali terlebih dahulu dengan fatwa atau didikan guru/ustadz untuk mengenal huruf-huruf hijaiyah yang kelihatannya sepele, namun dari situlah awal keberhasilan besar kita, dari sesuatu (didikan) yang kecil dan sepele membuahkan pencapaian yang besar.
Lagi-lagi kita terkadang tidak sadar, bahwa sosok Sayidina Ali bin Thalib yang populer ‘Alim dan cerdas, sampai-sampai Rasulullah saw. bersabda, “Saya kotanya ilmu, sedang Ali pintu gerbangnya” pernah diajari naik kuda oleh salah seorang budak hitam kelam. Sayidina Ali mengatakan, “Dia (budak tsb.) yaitu salah satu guru saya”. Inilah citra sosok tokoh besar yang tidak pernah melupakan didikan dan bimbingan guru/kyai yang terlihat kecil dan sepele.
Mudah-mudahan kita semua termasuk al-faqier ini, digolongkan menjadi orang-orang yang selalu ingat dan bersyukur (berterima kasih), atas apa yang telah diberikan oleh guru/kyai kepada kita, berupa didikan dan bimbingan, sehingga kita tidak buta ilmu dan buta agama menyerupai kini ini. Dan biar kita dimasukkan dalam golongan orang-orang yang bersyukur atas semua yang guru/kyai kita berikan berupa ilmu dan nasehat. Sebagaimana diperingatkan Rasulullah saw. dalam haditsnya:
لا يشكر الله من لا يشكر الناس
“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah” (HR. Tirmidzi)
Wallahu A’lamu bi Muradihi
al-Faqier Ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
23-10-13, Kaliwungu Kota Santri
Comments
Post a Comment