Memaknai Zuhud Di Kurun Modern
![]() |
Ketawadhu'an Gusdur |
Zuhud yaitu salah satu sikap seseorang yang membenci dunia atau dengan kata lain menghindari sifat keduniawian (mencintai dunia). Terkadang zuhud bisa diartikan dengan wara’ (wira’i) atau berhati-hati dalam menikmati dunia dan menjalani hidup.
Pada masa Nabi Muhammad saw., para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga periode salafussalih, aneka macam orang yang masih menjalani hidup dengan zuhud. Bahkan pada masa salafussalih, banyak terlahir ulama-ulama yang zahid (zuhud), diantaranya Imam Ghazali, Imam Atho’illah, Ibrahim ad-Dahm, Sufyan ats-Tsauri, Hasan Basri, hingga seorang zahid perempuan, yaitu, Rabi’ah al-Adawiyah dan masih banyak lagi. Hal ini tidaklah mustahil, alasannya yaitu klarifikasi ihwal masa/era, pernah disabdakan oleh Rasulullah saw. Dimana dia bersabda “Orang-orang Mukmin yang terbaik yaitu Mukmin pada masa-ku, kemudian masa sahabatku, kemudian pada masa pengikut sahabatku (tabi’in) dan seterusnya”.
Perilaku zuhud yang dijalani oleh Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in sangat berbeda-beda. Karena disamping perbedaan masa, juga alasannya yaitu kemampuan dan godaan yang ada di masanya yang berbeda. Namun, hakekat zuhudnya hampir sama yaitu menjauhkan diri dari sifat keduniawian.
Berbicara zuhud pada zaman kini ini, sangat sulit menebak siapa yang zahid dan sulit menjalankannya. Akan tetapi, beberapa tokoh zahid pada masa kini tidaklah sedikit, cuma sulit mendeteksi secara gamblang ulama-ulama yang zahid tersebut. Menurut saya sendiri, ada beberapa ulama yang familiar yang masih berperilaku zuhud, diantaranya alm. Gusdur, alm. Mbah Liem, Habib Luthfi dan masih banyak lagi yang tidak saya sebut satu persatu.
Ada salah satu maqolah ulama yang menjelaskan, bahwa zuhud pada zaman kini ini sangat sulit diterapkan ibarat halnya zuhud-zuhud pada masa dahulu. Karena disamping zaman yang berbeda juga penerapan yang sedikit berubah. Perilaku zuhud tidaklah harus dengan platform (model) yang bernuansa sufisme, ibarat pakaian yang kusam, menggunakan jubah yang sederhana, berpola tingkah ibarat orang miskin dan lain sebagainya. Namun, yang lebih penting dari sikap zuhud yaitu kesucian hati dan kebersihan jasad dari hal-hal yang haram serta berhati-hati (wira’i) dalam menikmati dunia dan menjalani hidup.
Contohnya, ketika seseorang ingin berperilaku zuhud pada masa sekarang, maka tidaklah sulit, hanya cukup dengan mempunyai dunia dan tidak mencintainya. Artinya apa, ketika seseorang mempunyai sejumlah uang dan tiba-tiba ada orang yang ingin meminta zakat/sedekah atau orang yang lebih membutuhkan atau untuk fi sabilillah, maka uang tersebut harus diberikannya berapa pun nominalnya. Sebab, dengan menanamkan sikap loman (dermawan) maka akan muncul sikap zuhud dengan sendirinya. Atau dengan kata lain, zuhud dalam arti yang sederhana yaitu mempunyai harta dunia tanpa mencintainya.
Dan pola ini pernah diterapkan oleh alm. Gusdur. Ceritanya, pada suatu waktu Gusdur tidak punya uang sepeser pun, kemudian dia berniat meminjam uang untuk keperluan keluarganya pada salah seorang sahabat sesama pengurus PBNU. Setelah dia mendapat pinjaman 2,5 juta, tak disangka, datanglah seseorang yang bertamu ke rumah dia untuk meminjam uang, kemudian tanpa sungkan (eman-eman) dia berikan uang hasil pinjaman dari temannya itu sebesar 1,5 juta dan sisanya dia pakai untuk keperluan hidupnya. Subhanallah
Maka dari itu, di ketika kita mempunyai harta dunia dan bersamaan dengan itu, ada orang lain yang lebih membutuhkan atau untuk fi sabilillah, maka kita berusaha tidak sungkan-sungkan (eman-eman) untuk menyerahkannya secara lapang dada pada orang dan fi sabilillah tersebut. Itulah zuhud dalam arti yang paling ringan, gampang dan sederhana.
Wallahu A’lamu bi Muradihi….
al-Faqier ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
Kaliwungu Kota Santri, 19-10-13
Comments
Post a Comment